DDT
DDT merupakan insektisida organoklorin persisten dan dapat terakumulasi dalam organisme. Karena sifat tersebut, penggunaan senyawa DDT baik untuk pertanian maupun kepentingan kesehatan telah dihentikan. Penelitian ini akan membandingkan kandungan senyawa DDT dalam kerang hijau (Perna viridis L.) yang tertangkap di perairan Pamurbaya dan Pantai Rongkang Kwanyar Madura. Sampel kerang diambil dengan metode handsorting pada bulan Juni 2007 dan diuji biometrik. Pengukuran kandungan DDT menggunakan metode spektrofotometri dengan Spektrofotometer Hitachi seri 216 tipe UVVisible 120. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 3 kali ulangan. Data dianalisa ANOVA two way untuk melihat hubungan antara ukuran tubuh dan lokasi pengambilan kerang hijau terhadap konsentrasi DDT. Dari penelitian, diketahui semakin besar ukuran tubuh maka semakin tinggi konsentrasi DDT. Konsentrasi DDT pada kerang hijau yang ditangkap di P. Rongkang lebih tinggi daripada Pamurbaya. Konsentrasi DDT pada kerang hijau di Pamurbaya 0.016 (besar) dan 0.012 ppm (kecil) sedangkan di P. Rongkang 0.018 (besar) dan 0.014 ppm (kecil). Nilai intake DDT kerang dari kedua lokasi pengambilan masih di bawah ADI (FAO/WHO, 1986) sehingga layak dikonsumsi.
DDT diproduksi secara massal pada tahun 1939, setelah seorang kimiawan bernama Paul Herman Moller menemukan dengan dosis kecil dari DDT maka hampir semua jenis serangga dapat dibunuh dengan cara mengganggu sistem saraf mereka. Pada waktu itu, DDT dianggap sebagai alternatif murah dan aman sebagai jenis insektisida bila dibandingkan dengan senyawa insektisida lainnya yang berbasis arsenik dan raksa. Sayangnya, tidak seorangpun yang menyadari kerusakan lingkungan yang meluas akibat pemakaian DDT.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar